About Me

Foto Saya
Defira Ayu Widya Mustika
Lihat profil lengkapku

Senin, 14 November 2011

Bintang Kehidupan

            Sepasang mata tampak berkaca dengan pandangan kosong. Gadis manis dengan perawakan tinggi kurus itu duduk di tepi pantai, pikirannya kacau dengan hati yang teracak-acak. “Apakah hidupku harus seperti ini?” tanyanya dalam hati. Diambilnya sesuatu dalam tas mungilnya. Ternyata sebuah foto keluarga yang amat lusuh. Tak bisa dibayangkan dalam batinnya, masa depan keluarganya akan berakhir sampai disini. Belaian seorang Mama dan kasih sayang seorang Papa kini harus tenggelam bersama pertengkaran dalam sebuah keluarga.
            Seragam SMA yang ia kenakan menemani kesedihan yang baru ia alami. Perceraian yang terjadi membuatnya semakin tertekan. Apa yang bisa dilakukan oleh gadis SMA yang baru berumur 14 tahun? Kebingungan menimpanya dengan segala masalah yang ia alami. Antara takut jauh dari Papa atau Mamanya, dan takut jadi bahan omongan. Usia yang labil membuatnya sulit menerima kenyataan.
            “Tuhan, hinakah aku di mata mu? Apa aku sanggup menjalani semua ini? Ambil aku sekarang. Apa aku harus hidup tanpa mereka yang aku sayang? Sungguh aku tak sanggup, Ya Tuhan.”Tangisnya dalam deraian ombak pantai. Keputus asaan yang di alaminya sangat membuat dirinya tertekan.
            “Maafkan Mama. Mama memang bukan orang tua yang baik untukmu” sesosok wanita dengan suara serak karena tangis berdiri di belakangnya.
            “Mama...!” tangis gadis itu semakin deras ketika memeluk Mamanya.
            “Maafkan Mama Gyn, hapus air matamu. Tidak perlu kau menangis karena perceraian orang tuamu. Tinggalah bersama Mama. Papa  mu sudah pergi entah kemana. Dia sudah bahagia bersama wanita pilihannya” lanjut wanita berusia 35 tahu itu. Di wajahnya terpancar senyuman dalam tangis.
            “Kenapa, sih, Ma? Kenapa harus Gyna yang merasakan akibat dari ini semua? Gyna pengen kita kaya’ dulu lagi” kata gadis itu.
            “Mungkin ini jalan keluar yang harus kita alami sayang. Kamu mau kan tinggal sama Mama?”
            Gyna menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya masih tersimpan rasa sedih yang amat mendalam. Dalam kegalauannya masih teringat tawa Papa dan Mama nya ketika sedang bersama. Terlukis kembali keluarga harmonis yang ia banggakan. Namun ia mulai sadar, tak ada yang bisa ia lakukan saat ini.
*  *  *  *  *  *  *  *  *  *

            Rumah besar bertembok hijau muda itu yang selalu mewarnai keseharian Gyna. Gadis itu selalu sendirian. Mama nya bekerja di salah satu perusahaan swasta terkemuka di kotanya. Hanya ditemani Bi Ijah, pembantu berusia sekitar 50 tahun yang bekerja di rumahnya. Wanita yang di anggap nya sebagai nenek itu selalu mendengar curahan hati Gyna, dari hal sekolah sampai masalah cinta. Bi Ijah yang berhati lembut itu selalu memberi nasihat-nasihat yang bermanfaat bagi Gyna sendiri.
            Pagi itu begitu gelap, awan hitam menyelimuti langit dan menghalangi matahari untuk menyampaikan senyumnya untuk Gyna. Gyna yang setiap paginya berdiri menatap matahari pagi di jendelanya harus menelan ludah karena matahari tidak akan datang pagi itu. Dalam hatinya terasa sepi.
            “Akankah ini akan jadi hari bahagia untukku?” tanynya dalam hati.
            Berdiri Ia di belakang jendela melihat dan mendangak ke awan. Wajahnya yang cantik menjadi murung.
            “Hari Minggu yang ,membosankan” pikirnya.
            “Tok,tok,tok...!” tiba-tiba pintu kamarnya diketuk seseorang.
            Gyna membuka pintu. Betapa terkejutnya Ia ketika melihat sesosok wanita tua berwajah ramah menatapnya dengan penuh bahagia membawakan kue bertuliskan “SELAMAT ULANG TAHUN”.
            “Selamat ulang tahun, cah ayu. Semoga cah ayu selalu mendapatkan kebahagiaan” kata wanita itu memberi ucapan.
            “Bi Ijah...!” seru Gyna seraya memeluk wanita itu.
            Terjatuhlah air mata Gyna di pipi merah nya itu. Wajahnya yang manis menampakan sebuah rasa bahagia bercampur sedih. Seperti ada yang mengganjal di hatinya.
            Bi Ijah melepaskan pelukan Gyna dengan halus setelah menyadari bahwa gadis manis itu menangis di bahunya. Wanita tua itu menatap Gyna penuh sayang. Mungkin beliau mengetahui apa yang sedang di fikirkan Gyna. Namun, wanita itu coba menanyakan kepada Gyna untuk memastikan dugaannya.
            “Cah ayu kenapa? Cerita dong sama Bibi. Siapa tau Bibi bisa bantu.” Katanya.
            Gyna terdiam sejenak sambil menghapus air mata di pipinya. Kepalanya tertunduk kebawah. Gadis itu ingin mengatakan sesuatu, namun tak sanggup ia katakan di tengah isak tangisnya. Dan sekali lagi Bi Ijah menanyakannya.
            “Cah ayu kenapa tho? Jangan nangis lagi, nanti ayu nya ilang lho. Cerita ya sama Bibi?”
            “T-terima kasih ,Bi. Bibi udah inget ulang tahun Gyna. Bibi orang pertama yang ngucapin ke Gyna. Gyna seneng banget , Bi” kata gadis itu tersenyum. “Gyna seneng banget ada Bibi yang selalu ada buat Gyna. Tapi...” gadis manis itu tak melanjutkan perkataannya.
            “Tapi kenapa cah ayu? Ada yang salah? Atau Bibi buat cah ayu marah? Bibi minta naaf, ya?” kata wanita itu.
            “Nggak kok , Bi. Bibi nggak salah apa-apa.” Katanya.
            “Lantas cah ayu kenapa?”
            “Hiks...hiks...!” suara tangis Gyna semakin menjadi. “Gyna punya Mama kan , Bi? Tapi kenapa Mama nggak pernah inget ulang tahun Gyna? Apa Gyna ini anak angkatnya? Atau Mama benci Gyna karena Gyna anak dari Papa, laki-laki yang menyakiti Mama?” lanjut Gyna.
            “Cah ayu nggak boleh ngomong gitu. Mungkin Mama nya lagi bener-bener sibuk, jadi ndak inget ini tanggal berapa.” Kata Bi Ijah menenangkan.
            “Kata siapa ,Bi? Sampai 4 tahun setelah perceraian Mama dan Papa, Mama nggak pernah ngucapin kata-kata SELAMAT ULANG TAHUN padaku!”serunya.
            Bi Ijah diam sejenak.
            “Pasti Ndoro Putri menganggap cah ayu ini sebagai sosok yang dewasa. Dan udah nggak mungkin dimanja lagi. Cah ayu juga harus tau, sekarang umur cah ayu bukan  17 lagi. Ndak terasa kan cah ayu sudah beranjak dewasa? Hayo sekarang kan cah ayu sudah 18 tahun. Berfikirlah lebih dewasa. Anggap semua itu adalah hal positif cah ayu” kata wanita itu halus.
            Gyna hanya bisa terdiam.
            “Ya sudah, Bibi tinggal dulu ya cah ayu. Pekerjaan di dapur belum selesai. Cah ayu cepat mandi. Nanti hujan akan turun, keburu dingin.” Katanya seraya meninggalkan Gyna.
            Gyna tetap diam memikirkan apa yang dikatakan Bi Ijah, wanita yang selalu di percayaiya itu.
            “Mungkin benar kata Bi Ijah. Aku bukan anak kecil lagi.”pikirnya dalam hati. Bergegas Ia mengambil handuk hijau muda yang tersampir di balik pintu kamarnya.
*   *  *  *  *  *  *  *  *  * 

            Gantunagn kunci kecil berbentuk kura-kura berwarna hijau muda melukiskan keseharian Gyna yang selalu ceria di Universitas tempat Ia menimba ilmu.
            “Hei, Gyn!” tampak seorang gadis berperawakan agak gendut menyapanya.
            “Hei, Sasha!” seru Gyna menghampirinya.
            “Bagaiman hari mu kemarin?” tanyanya.
            “Maksudnya?” tanya Gyna.
            “Emm, enggak jadi deh.” Kata Sasha membuat Gyna semakin penasaran.
            “Kenapa sih?” tanya Gyna.
            “Enggak papa. Aku lupa tadi mau ngomong apa. Hhehe...”
            “Huuu, dasar kau pelupa” kata Gyna tertawa.
            “Ehh tau nggak...?” kata Sasha menebaki Gyna.
            “Tau apa?”
            “Apa coba?”
            “Ya apa?”
            “Hmm, tebak dulu geh” kata Sasha.
            “Bagaimana aku tau kalu kamu nggak bilang apa-apa.”
            “Kita kedatengan Dosen baru.” Katanya.
            “Terus?” tanya Gyna seakan mengejek.
            “ Ihh kok terus sih? Dosennya cakep lho.”
            “Bodo amat ihh. Kamu disini mau nimba ilmu apa ngelirikin Dosen cakep?” ledek Gyna.
            “Hehe, sebenernya sih dua-duanya” kata Sasha malu-malu.
            “Ya udah yuk. Kita masuk kelas. Dosen cekep menunggumu!” goda Gyna.
            Kelas itu begitu ramai. Semua gadis di ruangan itu tampak berdandan dan memamerkan masing-masing aksesoris yang dipunyai. Tak terkecuali Sasha yang terlihat sibuk membubuhi wajahnya dengan bedak, serta mengukir bibirnya dengan lipstik berwarna merah jambu tipis.
            “Gyn, kamu nggak dandan?” tanya Sasha.
            “Nggak.” Sambutnya cuek melihat tingkah sahabatnya itu.
            “Hmm, nggak mau tah nyambut Dosen baru kita yang ganteng?”
            “Nyambut sih nyambut. Tapi kan nggak perlu segitunya juga”
            “Biar keliatan cantik tau”
            “Hmm, kalo aku sih nggak usah ,Sha. Nggak dandan aja aku udah cantik.”canda Gyna.
            “Iya deh, percaya yang cantik alami” tawa Sasha.
            Tiba-tiba Dosen yang ditunggu-tunggu datang juga. Badannya begitu tegap, kulitnya putih, wajahnya tampan, jika dikira-kira umurnya sekitar 25 tahun.
            “Selamat pagi anak-anak! Nama saya Gunawan, bisa dipanggil Gun. Di dalam lingkungan belajar kalian boleh panggil saya Pak Gun atau Mr. Gun. Di luar, kalian boleh panggil saya apa saja.” Kata laki-laki itu.
            “Pak...!” tiba-tiba Sasha memenggil Dosen baru itu.
            “Iya, kenapa? Sebutkan namamu.” Kata Pak Dosen.
            “Nama saya Sasha. Umur Bapak berapa? Masih lajang?” tanyanya tanpa malu-malu.
            Pak Gun tersenyum manis mengangkat alis kirinya.
            “Ssst... nggak punya malu kamu rupanya. Aku aja malu denger pertanyaan kamu” bisik Gyna.
            “Ahh bodo’ amat. Yang penting aku nggak penasaran lagi.”
            “Huuu... dasar kau!”elu Gyna.
            “Hmm... umur saya...35 tahun, dan saya masih lajang” jawabnya enteng.
            Seisi kelas tampak terkejut mendengarnya.
            “Nggak mungkin...! bapak begitu tampan, begitu muda, nggak mungkin umur bapak selisih belasan tahun terhadap kami. Bapak pasti bohong kan?” Kata Sasha.
            Dosen itu hanya tersenyum mendengar pernyataan Sasha.
*  *  *  *  *  *  *  *  *  *

            Gadis itu menatap Gunawan dengan penuh rasa sayang. Gyna yang awalnya tak begitu mempedulikannya, kini begitu memujanya. Namun , Gyna tetap menyembunyikan perasaan itu. Di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Gunawan sibuk menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada Gyna.
            Laki-laki tampan yang umurnya 4 tahun lebih muda dari sang Mama itu tiba-tiba menghentikan bicaranya ketika menyadari bahwa Gyna tidak mendengarkan apa yang Ia katakan, Ia berfikir Gyna sedang memikirkan sesuatu yang ada pada diri laki-laki itu. Sebentar Ia merasa salah tingkah, namun akhirnya laki-laki itu dapat mengendalikan keadaan, Ia kembali menjelaskan tugas itu kepada Gyna.
            Keluar dari ruangan itu, wajah Gyna memerah. Seperti ada sesuatu dalam pikirannya. Ia mulai menyukai Dosen baru itu. berjalan Ia ke sebuah perpustakaan di Campus nya. Tampak sepi ternyata. Mahasiswa yang lain mungkin sibuk mengerjakan tugasnya.
            Diambilnya sebuah novel lusuh yang berada di lemari perpustakaan paling pojok. Sampulnya sudah tak layak lagi. Kata pengantarnya pun telah sobek dan hilang entah kemana. Dibacanya halaman demi halaman novel itu. Gyna memang memiliki hoby membaca sejak kecil. Baik dari novel, buku pelajaran, komik, majalah, dan lain-lain. Biasanya Gyna membutuhkan waktu 3jam untuk membaca novel 256 halaman.
            Perlahan air mata Gyna menetes. Tak dirasakan oleh Gyna. Barulah Ia menyadari ketika air matanya jatuh ke lembar halaman yang Ia baca. Segera dihapusnya air mata itu, kemudian Ia tersenyum.
            Dari jendela perpustakaan tampak matahari mulai redup menandakan waktu akan petang. Bergegas Ia keluar perpustakaan karena perpustakaan akan ditutup pukul 17.00. Berjalan Ia ke parkiran sepeda motor yang letaknya tak jauh dari perpustakaan. Diambilnya sebuah kunci motor dan boneka kura-kura mungil sebagai bandulnya. Sepeda motor hijau di pojok parkir sebelah kanan. Dengan tanpa ragu Ia mengendarai sepeda motor nya itu.
            Jalanan sangat ramai disore hari. Dipenuhi oleh pengendara sepeda motor yang lalu lalang tak karuan tanpa menaati peraturan lalu lintas. Tidak dengan Gyna. Sebagai mahasiswi, Ia menyadari, ketertiban lalu lintas ada pada pemakai jalan itu sendiri. Jadi kemacetan di jalan raya tidak sepenuhnya kesaahan pemerintah. Debu beterbangan dimana-mana, untungnya gadis manis yang sangat menaati lalu lintas itu membawa masker dan helm. Setidaknya itu dapat membantu agar debu tidak secara langsung tersaring di dalam hidung.
            Tiba Ia disebuah jalan yang jauh dari keramaian. Hanya ada sekitar dua atau tiga mobil yang lewat disitu per menit nya. Dengan santainya Ia diatas sepeda motor kesayangannya itu. Tiba-tiba, ada sesuatu yang terjadi pada sepeda motornya. Mogok.
            “Ya ampun, kenapa lagi sih, ni motor? Nggak mutu banget!” gerutunya.
            Ia mondar mandir mengelilingi sepeda motornya. Mencari tau apa yang terjadi pada sepeda motornya. Akan tetapi, Gyna yang memang tidak tau apa-apa tentang mesin sepeda motor tak menemukan sesuatupun,
            “Hmm, kalo gini caranya gimana aku bisa pulang? Bodoh! Kenapa tadi waktu berangkat nggak di cek dulu sih? Mana udah sore lagi!” Gyna menggerutu lagi.
            Tak lama kemudian, tiba-tiba ada sebuah mobil yang lewat di jalan itu. Mobil merah yang list pintunya bermotif batik itu berhenti seketika di depan Gyna. Gyna terdiam. Dalam hatinya Ia merasa takut akan ada sesuatu yang lebih menakutkan yang akan terjadi. Jantungnya mulai berdegup dengan kencangnya. Wajahnya pucat menunggu siapa yang akan keluar dari mobil itu.
            “Ya Tuhan. Siapa orang yang ada di dalam mobil ini? Bagaimana jika aku di culik orang tak dikenal, diperkosa, dibunuh, dimutilasi, kemudian mayatku di buang secara terpisah. Bagaimana nasib Mama? Mama dirumah hanya sendiri jika Bi Ijah sedang mudik. Kasihan Mama. Tuhan selamatkanlah aku. Aku masih ingin hidup. Aku tak punya musuh. Aku juga hampir tidak pernah membohongi Mama. Aku janji tidak akan berbohong lagi pada Mama!” pikiran Gyna kembali seperti anak umur 14 tahun lagi.
            Keluarlah seseorang dari mobil tersebut.
            “Mobil kamu kenapa Gyna?” tanya seseorang yang baru keluar dari mobil itu.
            “Eeee, anu. Emm... Mogok ,Pak. Tiba-tiba berhenti di tengah jalan.” Kata Gyna gugup setelah mengetahui siapa orang di balik mobil merah tersebut.
            “Hmm...” kening laki-laki itu berkerut seperti memikirkan sesuatu. Wajahnya menjadi terlihat lebih tampan ketika Ia berfikir.
            “Begini saja, saya akan telvon tukang servis motor langganan adik saya, untuk membawa sepeda motor kamu ke bengkel nya, sedangkan kamu pulang sama saya naik mobil.” Katanya memberi usul.
            “Emm, tapi apa nggak ngerepotin Bapak?” tanya Gyna salah tingkah.
            “Nggak papa kok. Bentar lagi mobil pengngkutnya akan datang membawa sepeda motormu. Tunggu saja. Emm, lima menit lagi.” Kata dosen tampan itu.
            Tak lama kemudian mobil pengangkutnya pun datang. Akhirnya Gyna pulang bersama Dosen yang tak sadar Ia sukai itu.
            Waktu demi waktu rasa itu tidak dapat ditahan oleh Gyna. Perasaan itu mulai menjadi setiap Ia belajar melupakan Dosen itu. Mereka pun semakin dekat seiring berjalannya waktu. Kabar kedekatan mereka di dengar oleh seluruh mahasiswa disana. Bahkan para Dosen pun tahu. Sampai suatu hari, Gunawan dikeluarkan dari universitas itu karena kedekatannya dengan Gyna.
            Setelah kejadian itu, Gunawan berpindah tugas ke Universitas lain. Namun Gunawan tak kehilangan kontak dengan Gyna. Keduanya menjalin hubungan yang lebih dari berteman. Hubungan itu mereka jaga selama empat tahun lamanya.
            Sampai suatu ketika, cobaan menimpa mereka.
*  *  *  *  *  *  *  *  *  *

            Gyna terbangun dari tidur siangnya ketika pintu kamarnya diketuk Mama nya. Di buka nya pintu yang berada di dekat tempat tidurnya itu.
            “Gyna sayang...!” Mama Gyna memeluknya dengan bahagia.
            “Hmm,, Mama kenapa sih? Kok kayanya bahagia banget?” tanya Gyna mengusap matanya.
            “Duduk dulu deh. Emm, Gyn. Apa tanggapan kamu kalo Mama nikah lagi?”
            “ee..?? ya bagus dong , Ma.” Kata Gyna.
            “Kalo Mama nikah sama Dosen?”
            “Ya lebih bagus , Ma.”
            “Trims sayang!” kata Mama Gyna senang.
            “Emang calon Mama namanya siapa?” tanya Gyna penasaran.
            “Emm, sebenernya bukan calon, Gyn. Tapi Mama suka aja sama orang itu. Orangnya ganteng. Umurnya juga nggak jauh dari Mama. Namanya ...”
            “Siapa ,Ma?”
            “Gunawan!”
            “ah..?? s-siapa ,Ma? G-gunawan?” tanya Gyna lagi. Suaranya parau.
            “Iya. Memang kenapa Gyn? Penasaran ya?” tanya Mamanya.
            “Emm, i-iya ,Ma. Gyna penasaran.” Hatinya bergejolak. Penuh ketakutan bagaimana jika apa yang di sangka nya itu benar.
            Sore itu Gyna pulang lebih dulu dari biasanya karena di televon Mamanya. Mama Gyna mengatakan bahwa Ia akan diantarkan laki-laki idamannya sore ini. Ruang tamu segera Ia hiasi untuk menyambut kedatangan pria idaman Mamanya, dibantu Bi Ijah.
            Tak lama kemudian, terdengar suara deru mobil dari luar rumah. Dan suara Mama nya mengajak seseorang masuk ke rumah. Gyna menunggu dengan was-was. Di bukanya pintu rumah dengan ragu-ragu. Betapa terkejutnya Ia ketika yang dilihatnya itu Gunawan miliknya, kekasihnya, dan belahan jiwanya. Terjadi perubahan di raut wajahnya.
            “Gun, kenalin. Ini anakku. Namanya Gyna. Cantik bukan? Gyna, ayo salaman sama Om Gun nya.” Kata Mamanya memperkenalkan.
            Mereka berdua berjabat tangan seolah tak kenak satu sama lain.
            “Masuk ,yuk!” ajak Mama nya kepada Gunawan.
            Gunawan tersenyum. Namun ada kebingungan di raut wajahnya. Kaki Gyna terasa lemas saat itu.
            Keesokan harinya Gyna dan Gunawan bertemu di taman.
            “Bagaimana dengan hubungan kita, Mas?” tanya Gyna seketika.
            “Bagaimana apanya?”tanya nya.
            “Sepertinya kita nggak bisa ngelanjutin ini lagi,Mas.”
            “Kenapa , Gyn? Ada masalah? Kenapa harus begini? Pasti ada jalan keluarnya.” Katanya khawatir.
            “Tapi Mama menyukaimu , Mas!” air mata Gyna menetes.
            “Apa? Bukankah Mama mu hanya menganggap ku sebagai partner kerja sampingan ku?” kata pria tampan itu.
            “Mas. Mama bahagia jika bersamamu. Aku nggak mungkin membiarkan dia merasakan sakit untuk kedua kalinya.” Kedua tangan Gyna menggenggam tangan Gunawan dengan erat.
            “Tapi nggak mungkin Gyna! Aku sangat mencintaimu. Aku sangat menyayangimu. Nggak mungkin!” katanya dengan nada sedikit marah.
            “Apanya yang nggak mungkin ,Mas? Mas pasti bisa merubah perasaan itu. Aku yakin Mas bisa. Aku mohon, Mas. Hanya Mas satu-satunya orang yang bisa buat Mama bahagia saat ini. Aku mohon, Mas. Demi aku.” Gyna menangis. Namun mencoba tetap mengeluarkan suara lantangnya.
            “Demi kau? Demi kau atau demi Mama mu? Bagaimana denganku? Apa kau tidak memikirkan aku? Apa kau tidak peduli perasaanku? Kau tega? Kau tega melihat aku tenggelam dalam sandiwara cinta? Apa aku harus melakukan hal yang tak penting seperti itu?!” tanyanya tak bisa meredam amarahnya.
            “Mas harus melakukan itu. Dan hal irtu sangat penting ,Mas. Mas pasti bahagia hidup bersama Mama. Kalo Mama bahagia, aku pun bahagia. Tapi inget ,Mas, jangan pernah bilang tentang hubungan kita ke Mama.”
            “Baiklah. Jika itu maumu. Aku turuti. Aku bangga pernah memiliki orang sepertimu. Dan suatu saat mungkin aku akan bangga menjadi ayahmu.” Gunawan pergi meninggalkan Gyna sendirian ditaman.
            Gunawan berjalan menghapus air matanya dan mencoba untuk menerima semua permintaan Gyna. Gyna tetap menangis bahkan lebih dari sebelumnya. Hati nya perih. Dalam benaknya teringat kisah novel yang pernah Ia baca di perpustakaan dengan sampul yang sudah tak layak lagi. Ternyata di dalamnya terdapat kisah Gyna yang sekarang ini. Entah itu kebetulan atau apa. Semua tidak ada yang mengetahuinya.
            Hanya dua bulan Mamanya dan Gunawan mengalami pendekatan, keduanya menikah. Hari itu Mamanya terlihat sangat bahagia. Begitu juga Bi Ijah, karena memang Gyna tak pernah menceritakan hal ini kepada Bi Ijah. Gunawan pun merasakan hal demikian. Wanita yang di cintainya harus menjadi anak tirinya, itu merupakan kenyataan yang pahit.
            Pesta pernikahan berjalan lancar. Pada saat malam pengantin, hati Gyna terasa semakin hancur. Malam itu terasa panjang buatnya. Sampai suatu ketika, kira-kira pukul 1 malam, Gyna kehiangan akal fikirannya. Gejolak yang Ia alami sangat membuatnya terpukul. Dalam nyanyian udara malam, tubuhnya terasa melayang. Sangat menyejukkan dan menyenangkan. Sakit sebentar yang dirasanya.
            Rumah hijau diselimuti duka setelah kepergian Gyna. Mama nya tak menyangka bahwa Ia harus kehilangan anak satu-satunya yang dibanggakannya selama ini, setelah sehari pesta pernikahannya. Semua yang ada disitu merasa sedih saat kepergian Gyna.
*  *  *  *  *  *  *  *  *  *

      Rumah yang tadinya sepi setelah kepergian Gyna itu akhirnya ramai kembali setelah kehadiran seorang bayi perempuan di tengah-tengah mereka. Gunawan bisa mencintai Mama Gyna dan Ia menyadari, bahwa cerita cintanya memang bertakdir pada Mama Gyna. Sampai saat ini Mama Gyna tidak mengetahui kenyataan yang ada antara Gyna dan Gunawan. Gyna mungkin berbahagia disana dengan pengorbanan yang Ia lakukan untuk Mamanya yang sangat di sayanginya.


Horizontal Scroll:  “Tersenyumlah engkau Gyna di alam sana. Pengorbananmu tak akan sia-sia. Dan kini Mamamu bahagia karenamu. Dan aku sangat bangga pernah memilikimu. Lihat anak kami sekarang, mungkin setelah Ia dewasa sifatnya akan sama sepertimu.”
Tercatat dalam sebuah buku harian,

Gunawan yang selalu mencintaimu.




                                                  http://facebook.com/defira.a.mustika

4 komentar:

cerpennya menarik, kreatif dan alangkah baiknya terus dikembangkan biar tambah profesional.. InsyaAllah bisa berujung jadi novelist terkenal.
Oh ya diblog saya bertanya mengenai cara menambahkan musik di wall smaboy, silahkan kunjungi komentanya di:
http://eppoh.blogspot.com/2011/12/smaboycom-jejaring-sosial-buatan-anak.html

oh, iya. . maaf, jarang buka blog.
terimakasih.. :)

hehe perlu di cetak n di publikasikan tuh..

iya. Thanks sarannya. tapi aku lebih suka posting di blog aja. :D

Total Visitor




Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Followers

 
Copyright© 2012 My Document For Us | Template Blogger Designer by : Dedef' |
Template Name | A7x Transparent : Version 1.0 | Ms Lovegood