About Me

Foto Saya
Defira Ayu Widya Mustika
Lihat profil lengkapku

Minggu, 02 Desember 2012

DUNIA PERLU TAHU


 

Karya : Defira Ayu Widya Mustika

Kelas : XI AKSELERASI
(Bikinnya niat ngga niat =.=)

 

“Di ujung gunung itu. Tempat pertama aku menemukan sebuah rahasia. Sebuah pengalaman yang tak bisa ku lupakan , sampai aku kembali kesini.” Katanya menunjukkan sebuah foto lama yang berada di album hitam yang sedari tadi dipeluknya.

Dalam benakku menyimpan sebuah tanya. Apakah rahasia itu sangat berarti baginya? Ku tepuk pundaknya yang lumayan lebih rendah daripada pundakku. Wajah manis nya terbasahi dengan air mata yang menetes deras dari bola mata indahnya. Matanya yang cokelat tak membuat nya sayu dan lesu saat menangis. Ini sesuatu yang istimewa. Pemandangan sebuah hujan kerinduan dalam langit keheningan.

“Aku mungkin tidak tau betapa rindunya kamu pada rahasia itu. Tapi , aku merasakannya lewat air mata yang kau keluarkan.” Kataku membelai rambutnya.

Alam seperti turut bercerita seiring derasnya hujan diluar sana. Kamar ini serasa luas bagiku. Cantik dengan ribuan semangat walau keadaan fisiknya tak mendukung. Perempuan itu menyandarkan kepalanya padaku. Ku rangkul pundak kanannya dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang yang mungkin tidak dia ketahui.  Jika aku bisa dengan hebat menarik hati wanita, aku akan memilihnya untuk menjadi satu-satunya orang yang bersandar dipundakku.

Angin hujan menghembuskan tirai merah di jendela kamarnya. Wajah cantik nya seketika menoleh kearah jendela. Segera aku berdiri menutup jendela . Dia menatap ku seraya menghapus air matanya.
            “Aku ingin pergi kesana lagi.” Katanya tiba-tiba.

Aku mendekatinya yang sedari tadi duduk di tepi tempat tidur. Ku genggam tangannya dengan menatap wajah manis yang tengah bersemangat itu.
            “Apa kamu yakin? Kau belum dinyatakan sehat dengan keadaanmu yang seperti sekarang ini.” Kataku cemas.

“Kak, kau tau kan aku gadis yang kuat? Kau selalu bilang , aku sangat bersemangat terhadap apapun walau itu sulit. Ini hal yang mudah. Hanya dengan pergi kesana , bertemu dengan rahasia itu. Aku rindu rahasia itu . Nanti kakak akan tau apa rahasia yang ku ceritakan selama ini.” Katanya tersenyum.

Aku terdiam beku mendengar kata-katanya. Tekadnya bulat , dan tidak bisa dipatahkan begitu saja. Aku mengenalinya sejak lama . Aku tau dia gadis yang seperti apa. Kesusahan yang selama ini menimpa nya tak pernah dianggap sebagai rintangan yang sulit.

Masih jelas kuingat ketika kecelakaan yang menimpa kedua orangtuanya. Saat itu umurnya masih 13 tahun. Aku tau hatinya perih, namun Ia tetap berusaha tersenyum dalam hatinya yang miris.

“Ini bukan kiamat. Ini belum berakhir. Semua bisa kita lalui dengan bertahan hidup bersama keyakinan kita. Ya, aku memang merasa kehilangan, aku sedih. Tapi, dengan menangis tidak akan membuat Ami dan Abi kembali disini. Tidak akan membuat mereka berada disampingku lagi. Mereka tidak akan datang untuk membelaiku. Dan aku yakin, Ami dan Abi selalu menunggu kedatangan ku disana. Mereka sayang padaku. Tuhan sayang Ami dan Abi. Tuhan tidak akan membiarkan Ami dan Abi kesakitan, maka dari itu Tuhan menyelamatkan mereka dari rasa sakit itu.”

Kata-kata itu tak pernah hilang dari telingaku. Gadis yang menarik hatiku secara perlahan. Gadis yang mulia dimataku. Gadis yang selama ini membuat ku untuk memberi semua rasa yang ada disini. Gadis teman kecilku. Aku mengaguminya bukan hanya dari parasnya. Dan sekali lagi aku mengatakan bahwa Ia merupakan gadis yang kuat.

“Kakak bersedia temani aku kan? Nanti disana kita akan menginap di rumah opung angkat aku. Beliau yang seringf merawat aku disana. Opung aku baik kok. Dia sayang aku. Aku sudah banyak bercerita tentang kakak kepada opung. Pasti opung senang bisa bertemu kakak. Opung kepengen banget ketemu kakak.” Gadis 18 tahun itu tersenyum kepadaku.

“Benarkah ceritamu ,Ra?  Jika benar begitu, aku akan membuat opungmu lebih bahagia.” Kataku tertawa.

“Hehe. Jadi tambah sayang sama kakak .” katanya bercanda.

Aku tersenyum. Aku harap gurauannya tidak hanya sekedar bergurau. Kata-kata itu aku anggap seindah wajahnya. Mungkin bagi dia akan berlebihan, tapi ini adalah rasa yang alami di rasakan oleh setiap manusia yang ada di dunia.

Empat tahun. Selisih yang tidak jauh jika kami menjalani hubungan dan mengembangkan rasa satu sama lain. Tapi, hanya aku yang mengharapkan seperti itu. Yah, aku tau dia menganggapku sudah sebagai kakaknya sendiri. Jika gadis manis itu mengetahui semua ini, mungkin dia akan emnganggap rasa ini sebagai rasa yang tidak wajar. Sangat tidak wajar.

Tuhanpun akan marah jika rasa ini akhirnya terus berkembang. Namun. Matanya, hidungnya, tangisnya, senyumnya, candanya, semua telah melekat pada keseharianku. Ini membuatku sulit untuk berfikir. Aku tidak pernah menyalahkan Tuhan dengan rasa yang ada saat ini. Bahkan aku malah bersyukur, Tuhan memberiku sesuatu yang special. Sesuatu yang berbeda dimana hanya manusia manusia tertentu saja yang bisa merasakan hal seperti ini.

Walau terkadang aku merasa ganjil dengan semua ini, aku tidak pernah meminta Tuhan untuk menghapus memori ku, menghapus semua yang ada dipikiranku tentangnya. Namun, jika dipikir kembali secara nalar, ini tidak akan mungkin dirasakan pada gadis lain. Bagaimana mungkin aku mencintai Nara, sepupu perempuanku sendiri.

Aku terlahir sebagai gadis yang cacat rasa. Entah sejak kapan rasa ini ada. Jika aku terbangun ketika malam, aku merasa bahwa aku adalah gadis yang cacat seutuhnya. Gadis tak tau diri dan perasaan labil. Terkadang ini semua membuat aku menangis, apalagi ketika aku mengingat senyum Nara yang manis serta gelak tawanya yang anggun.

Tibalah hari yang ditunggu, kami berkemas pergi ke daerah yang dituju. Ini merupakan hari yang indah untuk kami, tentu dengan maksud yang berbeda. Semua terasa nyaman ketika perjalanan melewati banyak petak sawah yang luas, dihiasi satu batang nyiur hijau ditengah luasnya petak.

Kulihat cerianya mata Nara membuatnya semakin cantik. Tak bisa kupungkiri Gadis ini memiliki aura lebih dari yang lain. Cantiknya terpancar ketika sinar matahari menyelinap dari kaca mobil mengenai wajahnya. Kupandang wajah eloknya dengan sepenuh hati. Pedih. Gadis it uterus tersenyum dalam kebahagiaannya.

“Kak, liat deh. Itu dia gunung nya udah keliatan. Nanti kita kesana ya.” Katanya mengajakku.

“Bagus. Tapi apa kau kuat? Ku belum sehat betul. Apa tidak lebih baik jika kita beristirahat di rumah opung mu?” kataku.

“Yaaahh.. emm, aku mau langsung kesana ,Kak. Aku merindukannya.” Katanya kecewa.

“Sabar sayang. Kalau keadaanmu membaik, kita akan kesana. Tidak jauh kan dari rumah opungmu?” tanyaku.

“emm, tidak kok ,Kak. Tapi bener ya kakak mau nemenin aku kesana.” Katanya tersenyum.

“Iya. Kakak temenin kamu kok.” Kataku meyakinkan.

Tiba dirumah yang dituju. Aku segera memakirkan mobil dihalaman rumah yang sangat luas. Sebuah rumah yang nampak tua, namun bersih dan rapih. Nampaknya sang pemilik adalah orang yang rajin. Nara segera keluar dari mobil dan berlari kearah pintu rumah.

“Opuuuung…! Opuuung…!” Nara mengetuk pintu sambil berteriak semangat.

“Nara, sabar dong. Jangan teriak-teriak gitu. Ngga’ sopan tau.” Kataku.

“Emm.. iya ,Kak. Maaf. Nara udah ngga sabar .” katanya tersenyum.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki dari dalam rumah. Seraya membuka pintu, orang yang ada didalam mendongokkan kepalanya keluar. Beliau nampak tua, tapi badannya tegap, sepertinya waktu muda beliau rajin berolahraga.

“Opuuung..!”Spontan Nara memeluk pria tua itu.

“Subhanallah ,Nara. Kenapa kamu tidak bilang kalau mau kerumah ,Opung. Kan Opung bisa beres-beres dulu.” Kata lelaki itu membalas pelukan Nara.

“Oiya, Opung. Ini Kak Dika, yang sering Nara ceritakan.” Nara melepaskan pelukan.

“Apa kabar ,Opung. Saya Dika.” Kataku tersenyum seraya menjabat tangan lelaki itu.

“Wahh, ini yang namanya Dika. Cantik ya. Pasti banyak laki-laki disini yang akan jatuh cinta kepadamu.” Kata Opung.

“Hehehe. Ahh, engga’ juga. Opung ini bisa saja.” Kataku tersipu.

Aku merasa rishi terhadap perkataan Opung tentang banyak laki-laki yang akan jatuh cinta kepadaku. Padahal aku hanya menyukai Nara. Rasa tak wajarku mulai muncul. Ini mengerikan. Ini menjijikkan mungkin bagi gadis-gadis lain disekitarku. Namun, hanya aku yang tau tentang ini. Andai ada yang melarangku untuk jatuh cinta pada Nara, maka orang itu sama saja membunuh karakterku.

Opung mempersilahkan kami untuk masuk dan menyiapkan kamar untuk kami. Rumahnya begitu luas untuk ditinggali satu orang. Terdiri dari empat kamar, yang tidak tau kamar siapa saja itu. Ruang tamunya dihiasi vas bunga indah yang terdapat disetiap sudutnya. Tertata rapih semua perabotan-perabotan antik miliknya. Lukisan pemandangan yang terdapat di dinding ruang tengahnya tampak bersih. Sepertinya setiap hari lukisan tersebut dibersihkan kacanya.

Keesokan harinya, kami berkemas seadanya untuk pergi ke tepi gunung yang Nara maksudkan. Opung membuatkan perbekalan untuk kami. Beberapa pisang goreng hangat, dua botol air teh hangat dan  beberapa jenis makanan ringan lain.

Nara tampak sangat cantik hari ini. Sepertinya dia berdandan total . Namun, Ia tetap menggunakan tampulan naturalnya. Dengan topi pantai warna hijau kesayangannya. Ia memakai baju lengan pendek dan rok selutut berwarna hijau bercorak orange. Nuansa desa yang dibuatnya membuat kecantikannya memancar lebih indah.

Nara menenteng satu kantong pisang goring, dan aku membantunya membawa dua botol air teh hangat dan  makanan ringan lainnya. Dia berlari-lari kecil disepanjang perjalanan. Sepertinya Nara sudah tidak sabar ingin sampai ketempat itu.

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya. Gadis ceria itu sama sekali tidak menoleh kebelakang.

“Nara, pelan-pelan dong. Slow aja jalannya. Kakak cape’ nih.” Kataku padaya.

“Kakak, cepetan dong jalannya. Mana macho nya?” kata Nara meledek.

“Aish. Dasar.” Kataku merengut.

Tiba di tepi gunung. Sepi. Tidak ada siapapun disana. Nara yang sedari tadi tertawa nampak kecewa.

“Sepertinya kita terlalu cepat kesini.” Nara menekuk wajanya.

“Loh? Kenapa Nara? Mana rahasiamu?” tanyaku penasaran.

“Dia belum datang.” Katanya sedih.

“Dia? Jadi rahasia itu adalah seseorang?” tanyaku.

“Iya seseorang. Tapi bukan sembarang orang. Dia orang yang istimewa dimataku. Dia baik. Dia tampan.” Katanya tersenyum.

Aku sangat kecewa mendengar perkataanya. Namun, apa boleh buat? Aku hanya manusia bodoh yang memiliki perasaan kotor. Aku tak sanggup mengendalikan perasaanku sendiri. Jika andai sekarang aku mati, mungkin aku akan menutup wajahku dengan dosa-dosa ku akan perasaan ini.

Betapa tidak? Nasib seorang penyuka sesama , dari dulu hingga sekarang tidak akan memiliki kehidupan yang nyaman, tenteram, dan damai. Ingin sekali aku mengatakan “Nara, aku cinta kamu.” Tapi aku tidak ingin menerima resiko selanjutnya. Aku tidak ingin Nara menjauh dariku. Dia sangat berharga walaupun tidak akan jadi milikku.

Akan kusimpan semu rasa ini demi kebahagiaanmu. Tidak akan aku beritahu atau bercerita kepada orang lain. Tahukah Nara, aku malu menjadi wanita seperti ini. Semangatlah melawan semua penyakitmu, dan jatuh cintalah pada orang yang pantas untukmu.

 

0 komentar:

Total Visitor




Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Followers

 
Copyright© 2012 My Document For Us | Template Blogger Designer by : Dedef' |
Template Name | A7x Transparent : Version 1.0 | Ms Lovegood